Home Berita Generasi Z Menghadapi Tingkat Pengangguran yang Tinggi, Bonus Demografi Dalam Ancaman Kegagalan

Generasi Z Menghadapi Tingkat Pengangguran yang Tinggi, Bonus Demografi Dalam Ancaman Kegagalan

Pelamar antre sebelum memasuki area Jakarta Job Fair di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta, Rabu (19/9/2023). Jakarta Job Fair diadakan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Pemerintah Kota Jakarta Timur dengan menyediakan 3.000 lowongan pekerjaan dari 40 perusahaan, yang berlangsung selama dua hari mulai dari Selasa (18/9) hingga Rabu (19/9). Sejumlah pelamar antusias datang ke Jakarta Job Fair hingga rela antre sebelum jam operasional dibuka. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Jakarta pada Februari 2023 tercatat sebanyak 397.623 orang atau mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen dibandingkan dengan bulan Agustus 2022 sebanyak 377.294 orang.

Jumlah pengangguran di Indonesia paling banyak berasal dari kelompok usia 15-24 tahun atau generasi Z. Ekonom menyebut, apabila tidak diatasi, kondisi ini dapat menyebabkan gagalnya bonus demografi.

“Banyaknya pengangguran Gen Z khususnya yang lulusan sarjana S1 membuat Indonesia kehilangan momentum bonus demografi,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar, Senin (13/11/2023).

Bonus demografi terjadi saat jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan penduduk usia lanjut yang tidak produktif. Mereka yang masuk usia produktif termasuk kelompok generasi Z atau Gen Z.

Menurut Media, terdapat beberapa penyebab tingginya pengangguran di kalangan Gen Z. Pertama, adanya ketidaksesuaian lapangan kerja yang tersedia dengan keahlian yang dimiliki oleh Gen Z, khususnya para lulusan sarjana. Kedua, terdapat penurunan daya beli masyarakat yang berdampak langsung pada sektor industri. Ketiga, meningkatnya tren work-life balance di kalangan Gen Z sehingga sebagian memilih untuk tetap menganggur sampai menunggu pekerjaan yang layak menurut mereka.

“Berdasarkan studi Delloite pada tahun 2022, sekitar 32 persen Gen Z memilih hanya bekerja di tempat yang menjanjikan work-life balance,” jelas Media.

Di sisi lain, Media melihat, terjadi peralihan tren yaitu menurunnya tingkat pengangguran terbuka lulusan SMA. Artinya, penyerapan tenaga kerja SMA lebih baik.

Salah satu penyebab adalah menguatnya gig economy. Selain itu, lulusan SMA tidak begitu selektif memilih lapangan kerja, selama bisa menjanjikan penghasilan yang baik untuk menunjang kebutuhan mereka.

“Soal Gen Z yang lebih memilih sektor informal, kalau di-breakdown lagi, fenomenanya lebih kompleks. Ketersediaan modal lebih mempengaruhi motivasi Gen Z memilih jalan entrepreneur,” kata Media.

Exit mobile version