Home Berita “Pemilih Kotak Kosong di Surabaya: Militansi vs Kontroversi”

“Pemilih Kotak Kosong di Surabaya: Militansi vs Kontroversi”

Fenomena “kotak kosong” dalam pemilu Kota Surabaya menjadi sorotan publik setelah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur, Heru Satrio, mengungkapkan analisisnya. Dalam wawancara media, Satrio menyatakan adanya penurunan jumlah pemilih yang signifikan, yang bisa memengaruhi perpolitikan Kota Surabaya. Gerakan “kotak kosong” dikatakan menarik perhatian karena menuntut pemilihan tanpa kandidat, fokus pada penolakan terhadap sistem politik yang ada. Meskipun jumlah pemilih menurun, militansi para pendukung “kotak kosong” tetap tinggi. Satrio percaya bahwa Kota Kosong mungkin menjadi pemenang jika terjadi pelanggaran pemilu. Namun, ada pertanyaan besar tentang praktik pemilu dan legitimasi penyelenggaraannya.

Satrio mengungkapkan optimisme mengenai potensi kemenangan Kota Kosong, meskipun tanpa pasangan calon resmi. Peta distribusi suara menunjukkan dukungan terbesar berada di daerah pemilihan (Dapil) 4, terutama di wilayah Wonokromo dan sekitarnya. Meskipun tanpa paslon, gerakan “kotak kosong” tetap memastikan adanya saksi di beberapa lokasi TPS untuk transparansi dalam perhitungan suara. Pada malam hari menjelang deklarasi hasil pemilu, Satrio yakin mereka akan meraih kemenangan dan merencanakan deklarasi di depan Gedung Grahadi.

Dalam substansi pemetaan pemilu 2024, pelanggaran pemilu, militansi pemilih kotak kosong, transparansi, pengawasan, dan optimisme tanpa kandidat menjadi bagian kritis. Gerakan “kotak kosong” menjadi simbol perlawanan terhadap sistem politik yang dianggap tidak mewakili kepentingan masyarakat. Deklarasi kemenangan bukan hanya tentang simbol kemenangan, tetapi juga pernyataan ketidakpuasan terhadap pemilu yang dilihat tidak adil. Saksi di TPS juga mencatat tingginya minat pemilih terhadap gerakan Kota Kosong.

Exit mobile version