Home Berita Prioritas dukung pangan nasional dengan intensifikasi pertanian

Prioritas dukung pangan nasional dengan intensifikasi pertanian

JAKARTA — Kepala Pusat Riset Kebijakan Indonesia (CIPS) Aditya Alta menganggap Indonesia perlu memprioritaskan intensifikasi lahan daripada ekstensifikasi lahan dalam peningkatan produksi pangan nasional.

“Intensifikasi lahan dapat dilakukan melalui benih unggul dan akses pupuk. Melihat kesenjangan produktivitas pertanian antara Pulau Jawa dan luar Jawa yang masih besar, optimalisasi lahan pertanian yang ada perlu terus ditingkatkan,” kata Aditya Alta dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (27/1/2024).

Aditya menyebut bahwa selain menelan biaya besar untuk lingkungan, ekstensifikasi lahan atau penambahan area baru juga akan menghasilkan emisi karbon yang akan memperparah kerusakan alam.

Ia juga menekankan bahwa upaya peningkatan produktivitas perlu ditingkatkan, terutama melihat rendahnya produktivitas per hektare beberapa komoditas seperti padi dan kedelai dalam beberapa tahun terakhir. Ketimpangan produktivitas antar daerah juga belum teratasi.

Penelitian CIPS berjudul ‘Beralih dari Subsidi Pupuk dan Benih: Mengkaji Ulang Bantuan untuk Mendorong Produktivitas dan Persaingan di Pasar Input Pertanian’ menunjukkan bahwa produktivitas pertanian padi di Jawa mencapai 5,64 ton/hektare atau 23 persen lebih tinggi daripada produktivitas padi di luar Jawa yang 4,58 ton/hektare.

Luas panen padi di luar Jawa mencakup sekitar 50 persen dari luas panen padi nasional, namun kontribusinya pada produksi padi nasional hanya 44 persen.

Penelitian ini juga menjelaskan faktor-faktor yang berkontribusi pada kurang optimalnya produktivitas padi di luar Jawa seperti akses pada irigasi, penggunaan pupuk, dan penerapan pola tanam ‘jajar legowo’ yang mengatur jarak antarbenih.

Aditya mengatakan bahwa diperlukan upaya kolektif dari hulu ke hilir untuk mewujudkan ketahanan pangan. Beberapa hal yang CIPS rekomendasikan antara lain adalah mengedepankan dan mendukung investasi pertanian, mengedepankan nilai tambah dan efisiensi di sektor pertanian melalui penggunaan inovasi pertanian, serta dukungan pada riset dan inovasi.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi pertanian tumbuh sekitar 28 persen dari Rp13 triliun menjadi Rp43,5 triliun, meskipun terjadi penurunan pada 2020-2022 akibat pandemi Covid-19. Investasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan adopsi mekanisasi dan teknologi pertanian, teknik budi daya yang baik, perluasan jaringan irigasi, serta mitigasi perubahan iklim dengan modifikasi cuaca.

Pemerintah perlu memberikan dukungan pada riset dan inovasi, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia sektor pertanian agar lebih produktif, termasuk melalui kerja sama dengan pihak swasta.

“Reformasi sistem pertanian juga perlu masuk ke dalam program kerja prioritas Presiden yang akan terpilih di masa depan,” ujar Aditya.

Sumber: Republika

Exit mobile version