SRAGEN – Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya agar Perum Bulog menyerap sebanyak mungkin produksi dalam negeri selama periode panen raya. Stok yang diserap tersebut merupakan langkah antisipasi untuk menghadapi musim kering agar tidak tergantung pada impor beras.
Arief mengatakan, “Sebagai lembaga yang bertugas mengelola dan mendistribusikan stok beras untuk stabilisasi pangan, Bulog harus segera melakukan serapan dengan memanfaatkan momentum panen raya ini.”
Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), neraca produksi-konsumsi beras pada bulan April dan Mei 2024 masih mengalami surplus, namun diperkirakan akan mengalami defisit pada bulan Juni 2024.
Arief menekankan pentingnya memanfaatkan produksi dalam negeri dan meminimalisir impor beras, terutama dari sentra-sentra padi seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Untuk mendukung hal ini, Arief meminta Bulog untuk berkolaborasi dengan penggilingan dan Gapoktan untuk mempercepat suplai Gabah Kering Giling (GKG) ke Bulog. Infrastruktur pengolahan beras yang dimiliki Bulog diharapkan dapat meningkatkan daya serap produksi.
Saat ini, stok CBP Bulog mencapai 1,5 juta ton yang digunakan untuk intervensi stabilisasi pangan, seperti operasi pasar dan program bantuan pangan beras untuk 22 juta KPM di seluruh Indonesia.
Realisasi serapan gabah/beras dalam negeri oleh Bulog per 28 April 2024 mencapai 169.421 ton dari target 600 ribu ton hingga akhir Mei 2024.
Kebijakan fleksibilitas harga pembelian gabah diharapkan dapat mendorong serapan gabah di seluruh wilayah, terutama di sentra produksi padi.
Arief menjelaskan bahwa kebijakan fleksibilitas harga GKP dan GKG di tingkat petani serta HPP beras merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada para produsen gabah/beras untuk menjaga harga di tingkat petani tidak jatuh saat panen raya.
Kebijakan ini meliputi peningkatan harga GKP dan GKG serta fleksibilitas harga beras di gudang Perum Bulog.