JAKARTA – Kepala Center of Digital Economy dan Small and Micro Enterprises (SMEs) INDEF Eisha Maghfiruha menyatakan bahwa kurs rupiah yang tinggi akibat konflik geopolitik yang terjadi saat ini dapat meningkatkan beban pelaku UMKM dan ibu rumah tangga.
“Kenaikan kurs rupiah terhadap dolar pasti memberikan dampak terhadap biaya pengeluaran yang lebih besar,” kata Eisha Maghfiruha dalam diskusi daring yang berjudul “Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global” yang diikuti dari Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Ia menyatakan bahwa depresiasi rupiah yang terjadi saat ini akibat konflik Iran-Israel memberikan dampak terhadap peningkatan biaya produksi, yang pada akhirnya meningkatkan harga produk.
Dengan demikian, Eisha menilai bahwa kurs yang tinggi dapat membuat pengeluaran ibu rumah tangga membengkak karena kenaikan harga bahan pokok yang banyak diimpor, seperti beras dan kedelai.
Selain ibu rumah tangga sebagai konsumen, Eisha juga menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah yang naik juga memberatkan para pelaku UMKM sebagai produsen, terutama bagi yang menggunakan bahan baku impor.
“Walaupun secara historis selama krisis moneter Asia pada akhir dekade 90-an, UMKM merupakan sektor usaha yang mampu bertahan dan menopang perekonomian nasional, namun situasinya kini berbeda,” ujarnya.
Menurutnya, dahulu UMKM lebih banyak menggunakan sumber daya lokal, namun karena semakin terbukanya transaksi dagang, banyak UMKM kini menggunakan bahan baku impor atau bahkan menjadi reseller produk dari luar negeri.
Konflik terbaru antara Iran dan Israel dipicu oleh serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu. Iran kemudian melancarkan serangan balasan ke Israel.
Pada penutupan perdagangan Jumat (19/4), kurs rupiah mengalami peningkatan 81 poin atau 0,50 persen menjadi Rp16.260 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.179 per dolar AS.
Sumber: Republika