28.5 C
Jakarta
HomeOpiniPemerintah Indonesia Perlu Membangun Database Diaspora dengan Fokus pada Gender

Pemerintah Indonesia Perlu Membangun Database Diaspora dengan Fokus pada Gender

KORAN GALA – Dr. Audra Jovani, seorang Dosen Ilmu Politik UKI, menyatakan bahwa dalam studi Feminisme, terdapat hubungan yang erat antara seksualitas dan diaspora. Menurutnya, berdasarkan buku Metha 2015, terdapat penafsiran yang bias gender dan berpusat pada laki-laki terhadap konsep diaspora itu sendiri.

Laki-laki, sebagai subjek maskulin, seringkali mendapatkan hak istimewa karena dianggap mampu beradaptasi dan berkembang di lingkungan baru, sehingga mereka menjadi aktor utama dalam membentuk diaspora dan mempertahankan dominasi maskulin. Sementara itu, sistem patriarki yang mengizinkan laki-laki untuk keluar rumah atau wilayah membuat perempuan cenderung hanya mengikuti dan bergantung pada laki-laki. Perempuan yang berani keluar dari wilayahnya dianggap melanggar norma, dan jika mereka berhasil keluar, mereka sering mengalami ketimpangan dalam pembagian tugas.

Dr. Audra mengatakan bahwa saat ini, dengan banyaknya diaspora Indonesia yang berbagai profesi, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung kebijakan dan program yang berkolaborasi di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan diplomasi.

Diaspora Indonesia memiliki peran yang penting dalam mempromosikan keunggulan budaya Indonesia, berpartisipasi aktif dalam arena internasional, mendukung moderasi beragama, memperjuangkan multikulturalisme, serta berinvestasi dalam berbagai bidang seperti keuangan, properti, dan bisnis. Mereka juga diharapkan dapat mentransfer keterampilan dan teknologi, serta memberikan dukungan kepada sesama diaspora Indonesia.

Dr. Audra juga menyebutkan bahwa diaspora Indonesia, termasuk WNI, eks-WNI, keturunan Indonesia, dan WNA yang mencintai Indonesia, masih menghadapi berbagai masalah seperti dwi kewarganegaraan, buruh migran, dan TPPO.

Dalam konteks pemilu, meskipun tingkat partisipasi politik diaspora meningkat, masih ada beberapa diaspora yang tidak dapat menggunakan hak politiknya dalam pemilu karena berbagai kendala, seperti lokasi TPS yang jauh, birokrasi yang rumit, kesibukan kerja, dan keengganan terhadap kebijakan pemimpin yang terpilih.

Dr. Audra menegaskan bahwa meskipun diaspora Indonesia menghadapi tantangan, namun ada contoh nyata perempuan diaspora Indonesia yang sukses di ranah publik, seperti Amye Un, Shinta Hernandez, Gadis Arivia, Leli Kuncoro, dan Dewita Soeharjono.

Dengan potensi yang besar, Dr. Audra menyatakan bahwa diaspora Indonesia, terutama perempuan diaspora, perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan membangun database diaspora yang berkualitas.

Source link

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Berita Pilihan
Berita Terkait