BANDA ACEH -Pernyataan Bank Dunia bahwa harga beras di Indonesia tertinggi di banding negara-negara di kawasan Asia Tenggara, mendapat respon dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Saat meninjau Gudang Bulog Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Jokowi mengatakan tingginya harga beras karena dipicu oleh harga beras impor yang dihitung dengan skema “free on board” atau FOB.
“Coba lihat harga beras FOB itu berapa, sekitar 530 sampai 600 Dolar AS, ditambah biaya angkut sekitar 40 Dolar AS. Coba hitung sendiri. Jika ingin membandingkannya, harus dilihat dari sisi konsumen. Itu akan terlihat,” kata Jokowi, dikutip Jumat (27/9).
Mengenai tuduhan harga yang terlalu tinggi ini, Jokowi meminta semua pihak untuk ikut dalam proses pembentukan harga beras di Indonesia. Ia menyatakan bahwa saat ini Indonesia masih mengimpor beras.
Presiden menilai bahwa harga beras impor dengan skema FOB sudah cukup tinggi, yaitu 530-600 dolar AS per ton atau sekitar Rp8 juta sampai Rp9 juta per ton.
Selain itu, ada juga biaya pengiriman melalui laut atau “cost freight” yang harus dibayarkan oleh Indonesia sebagai importir beras, sekitar 40 dolar AS per ton atau sekitar Rp600 ribu per ton.
Dari uraian tersebut, dapat dihitung bahwa harga beras impor menjadi Rp8,6 juta sampai Rp9,6 juta per ton atau sekitar Rp8.600 sampai Rp9.600 per kg.
Jokowi juga menyebut harga gabah yang awalnya Rp4.200 per kilogram sekarang telah naik menjadi Rp6.200. Dari harga tersebut, Jokowi menyatakan bahwa masyarakat sudah bisa melihat Nilai Tukar Petani (NTP).
Ketika menanggapi pernyataan Bank Dunia mengenai pendapatan petani yang dianggap rendah, Jokowi menegaskan bahwa harga jual petani dipengaruhi oleh harga beras atau gabah kering panen, jika tidak ada distorsi di lapangan.