27.1 C
Jakarta
HomeBeritaMustahil Berhasil dengan Cara Baru

Mustahil Berhasil dengan Cara Baru

Banda Aceh – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyatakan bahwa program lumbung pangan atau food estate dapat digunakan oleh pemerintah untuk menambah luas lahan pertanian. Namun, ia memperingatkan bahwa program tersebut tidak akan berhasil jika pemerintahan Prabowo tetap menggunakan pendekatan lama. Khudori menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di seluruh Indonesia saat ini hanya sekitar 7,3 juta hektar. Penyusutan dan alih fungsi lahan akan terus terjadi jika pemerintah tidak memberikan perlindungan yang cukup terhadap lahan pertanian tersebut.

Alih fungsi lahan semakin mengkhawatirkan ketika pemerintahan Joko Widodo memberikan insentif bagi para investor melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Melalui kebijakan tersebut, Khudori menyatakan bahwa lahan sawah beririgasi yang sebelumnya tidak dapat dialihkan, kini dapat dialihkan.

“Food estate adalah salah satu upaya untuk menambah lahan. Tetapi jika cara pelaksanaannya seperti sekarang, seperti yang dilakukan sebelumnya, pasti akan sangat sulit untuk mencapai kesuksesan,” ujar Khudori kepada Tempo pada Rabu, 23 Oktober 2024.

Khudori mengungkapkan bahwa program food estate yang sudah berjalan sebelumnya hampir dapat dipastikan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak benar. Kesalahan ini terjadi bahkan sejak tahap perencanaan. Salah kaprah ini bukan hanya terjadi baru-baru ini, tetapi sudah terjadi sejak program pembukaan 1 juta hektar lahan gambut pada era Orde Baru.

Namun, perencanaan yang sembrono terus terjadi mulai dari masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi. Pada era Jokowi, food estate menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Program ini dijalankan di beberapa wilayah seperti Kalimantan Tengah, Sumba Tengah, Gresik, Garut, Temanggung, dan Merauke.

Namun, Khudori menunjukkan ketidaksesuaian program food estate mantan Wali Kota Solo. Ia menyatakan bahwa pembangunan fisik food estate pada 2020-2021 malah dilakukan lebih dulu sebelum survei dilakukan di lapangan. Hal ini sesuai dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2022 yang menyebutkan bahwa kegiatan survei, investigasi, desain, ekstensifikasi, dan intensifikasi di beberapa wilayah tidak sesuai dengan ketentuan.

“Orang yang membangun fisik itu datang duluan ke lapangan dengan membawa asumsi yang berasal dari Jakarta,” ujar Khudori.

Para teknokrat dari Jakarta berpikir bahwa apa yang ada di kepala mereka pasti benar. Berdasarkan asumsi tersebut, mereka membangun irigasi, inlet, outlet, dan infrastruktur pendukung lainnya seperti jalan.

Setelah pembangunan fisik sudah jauh berjalan, baru tim survei datang untuk mengumpulkan data mengenai sifat-sifat tanah, ketersediaan air, hidrologi, curah hujan, cuaca, serta masyarakat setempat termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Tim yang datang kemudian seolah-olah melegitimasi apa yang telah dilakukan oleh tim yang datang duluan. Seharusnya tidak seharusnya seperti itu,” ucap Khudori.

Oleh karena itu, jika ingin melanjutkan program food estate, Khudori menyarankan pemerintahan Prabowo untuk mengevaluasi dan melaksanakannya dengan cara yang benar. “Jika cara pelaksanaannya tidak berubah, pasti akan berujung pada kegagalan lagi,” ujar mantan wartawan tersebut.

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Berita Pilihan
Berita Terkait