27.1 C
Jakarta
HomeHukum dan KriminalPerkara Korupsi KWH Meter, Terdakwa Sebut Jadi Korban – Hukum Kriminal

Perkara Korupsi KWH Meter, Terdakwa Sebut Jadi Korban – Hukum Kriminal

8 saksi dalam persidangan Terdakwa Ruslan Hamzah dan Surya Atmaja. (foto: Lukman)
8 saksi dalam persidangan Terdakwa Ruslan Hamzah dan Surya Atmaja. (foto: Lukman)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA: Setelah sempat tertunda dua kali persidangan, sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bantuan Pemasangan KWH Meter untuk masyarakat tidak mampu yang berasal dari Dana Hibah APBD Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Tahun Anggaran 2021, akhirnya digelar hari ini, Kamis (12/9/2024).

Sidang perkara nomor 38/Pid.Sus-TPK/2024/PN Smr dan 37/Pid.Sus-TPK/2024/PN Smr yang digelar di Ruang Prof Dr Mr Kusumah Atmadja Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda, diketuai Majelis Hakim Jemmy Tangjung Utama SH MH didampingi Hakim Anggota Nur Salamah SH dan H Mahpudin SH MH MKn.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Supriyanto SH MH, Christian Arung SH, dan Dicky Rachman Perdana SH dari Kejaksaan Negeri Kubar menghadirkan 8 orang saksi, untuk dimintai keterangan terkait perkara yang mendudukkan Ruslan Hamzah dan Surya Atmaja di kursi Terdakwa.

Dari keterangan saksi-saksi pada sidang yang berlangsung sejak Pukul 10:25 Wita, dan baru berakhir pada Pukul 17:25 Wita dengan diselingi Ishoma selama 1 jam, terungkap fakta-fakta yang cukup mencengangkan.

Diantaranya terkait berkas proposal awal dana hibah yang berasal dari Pokir anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Barat, tidak ada. Proposal itu baru ada pada saat kelima yayasan penerima hibah, mengurus proses pencairan. Diakui saksi, hal itu tidak dibenarkan. Meski pada kenyataannya, dana bisa dicairkan.

Fakta lain, berdasarkan dokumen yang ditunjukkan JPU dalam persidangan, satu diantara 5 yayasan penerima dana hibah itu bahkan akta pendiriannya sudah tidak berlaku namun masih menerima hibah selain kelimanya merupakan yayasan yang bergerak di Bidang Pendidikan Keagamaan, bukan jasa pemasangan KWH Meter.

Kejanggalan demi kejanggalan terungkap dalam persidangan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan JPU silih berganti. Puncaknya ketika JPU menanyakan dokumen naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), yang menurut JPU saksi Kabag Hukum tidak melakukan verifikasi dokumen berdasarkan kondisi di lapangan. Namun hanya menerima dokumen sesuai check list, yang diberikan Kasubag Hukum.

Dokumen NPHD inipun menjadi perhatian Ketua Majelis Hakim, yang tidak melihat paraf berjenjang di salah satu dokumen tersebut sebagaimana disebutkan saksi bahwa itu adanya di arsip.

“Kalau di arsip pasti ada parafnya,” jelas saksi.

Baca Juga :

“Karena ini yang disita oleh Penyidik dari dokumen Pemerintah Daerah, inilah namanya arsip,” kata Ketua Majelis Hakim Jemmy Tanjung Utama yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Kubar.

Saat JPU menanyakan, apakah dokumen NPHD yang tidak lengkap tetap boleh ditandatangani. Saksi menjawab tidak. Lantas JPU menanyakan mengapa masih ditandatangani, jawaban-jawaban yang disampaikan saksi tidak menjawab pertanyaan JPU.

Terdakwa Ruslan Hamzah yang diminta tanggapannya usai sidang terkait persidangan hari ini mengatakan lancar saja. Namun, ia merasa sedih karena merasa tidak korupsi.

“Orang lain yang menikmati, saya yang tersakiti,” kata Ruslan dengan suara serak dan mata berkaca-kaca tak kuasa menahan tangis.

Iapun mengungkapkan, anggaran ini secara historisnya pasti ada orang besar di belakangnya. Iapun meminta keadilan dari persidangan ini, jangan dirinya yang tidak melakukan apa-apa tapi disakiti.

“Saya menjadi korban,” kata Ruslan.

Iapun berharap dapat dibebaskan dalam perkara ini, karena tidak pernah makan uang yang sebutnya sebagai uang haram.

JPU Arung yang dikonfirmasi usai sidang terkait nama-nama yang disebut saksi mengetahui pemberian dana hibah ini mengatakan, akan dipanggil memberikan keterangan di Persidangan.

“Agendanya tetap ada sesuai BAP yang kita lakukan, untuk agenda saksinya kapan, itu kan tergantung pemeriksaan sidang yang diadakan Hakim, kita tunggu saja. Pasti itu akan kita jadwalkan, karena yang bersangkutan juga sudah sebagai saksi.” jelas Arung seraya menambahkan dalam perkara ini, JPU telah melakukan pemeriksaan terhadap 49 orang saksi.

Perkara dugaan Tipikor Pengadaan KWH Meter untuk masyarakat tidak mampu di Kubar menempatkan Ruslan Hamzah dan Surya Atmaja di kursi Terdakwa. Sebagaimana disebutkan JPU dalam Dakwaannya, keduanya didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp5.244.130.000,- (Rp5,2 Milyar).

Sebagaimana Laporan Perhitungan Kerugian Negara oleh Auditor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur nomor : R-1A/O.4.7/Hkp.3/12/2023 tanggal 13 Desember 2023 terhadap Pengelolaan Dana Hibah.

Kerugian keuangan negara tersebut berasal dari anggaran sebesar Rp10.700.000.000,00 (Rp10,7 Milyar) yang diberikan kepada 5 yayasan. Yakni Yayasan IA, Yayasan AMS, Yayasan SBI, Yayasan PVS, dan Yayasan PIS guna bantuan Pemasangan KWH Meter bagi masyarakat tidak mampu APBD Kabupaten Kubar Tahun Anggaran 2021.

Dalam pelaksanaannya, pemasangan KWH Meter bagi masyarakat tidak mampu tidak dilaksanakan secara langsung oleh pihak yayasan penerima hibah melainkan menggunakan Jasa Penyedia, yakni melalui Terdakwa Surya Atmaja selaku pihak yang ditunjuk masing-masing yayasan tersebut.

Bahwa yayasan penerima Hibah maupun Penyedia Jasa yang ditunjuk tidak melaksanakan kegiatan pemasangan KWH Meter secara benar, yakni terdapat pemasangan item/barang yang tidak terpasang, tidak berfungsi dan tidak sesuai dengan kebutuhan RAB (kontrak/perjanjian) yang telah diajukan.

Selain itu, tidak adanya laporan pertanggung jawaban anggaran yang dibuat atau dilengkapi oleh penerima Hibah secara lengkap. Dari realisasi anggaran Hibah sebesar Rp10.700.000.000,00 tersebut, telah ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp5.244.130.000,- (Rp5,2 Milyar).

Terdakwa Ruslan adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kubar, sedangkan Terdakwa Surya Atmajaya adalah seorang wiraswata.

Keduanya didakwa dengan Dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Sidang kembali akan digelar, Kamis (12/9/2024) dengan agenda pemeriksaan saksi. (HUKUMKriminal.Net)

Penulis: Lukman

Source link

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Berita Pilihan
Berita Terkait