29.2 C
Jakarta
HomeBeritaIndonesia Mampu Membuat Kantor Boycott Pusat

Indonesia Mampu Membuat Kantor Boycott Pusat

Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mengatakan aksi boikot terhadap Israel menjadi hal penting dalam solidaritas terhadap Palestina. Sebagai negara Islam terbesar di dunia, Indonesia dapat melakukan inisiatif strategis yang konkret dalam membantu perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan Israel.

Yusuf mengungkapkan bahwa langkah-langkah kecil ini akan semakin besar apabila diikuti oleh banyak pihak. Meskipun dimulai dari langkah kecil, konsistensi dan persistensi dalam melakukan boikot akan membawa dampak signifikan dalam melawan kolonialisme, penjajahan, dan apartheid yang dilakukan Israel di Palestina.

Menurut Yusuf, Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia dapat mendirikan central boycott office untuk mengkoordinasikan aksi boikot ini. Ia juga menekankan pentingnya menyampaikan pesan-pesan boikot yang berbasis pada nilai-nilai universal sehingga boikot terhadap Israel dapat menjadi gerakan global yang tidak terkait dengan agama atau wilayah tertentu.

Yusuf juga menyebut bahwa biaya yang ditanggung konsumen dalam melakukan boikot ditentukan oleh preferensi mereka terhadap produk yang diboikot dan akses mereka terhadap produk substitusi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, perlu dilakukan fokus pada beberapa produk prioritas yang akan diboikot sebagai representasi dari aksi boikot tersebut. Selain itu, juga perlu ada upaya sistematis untuk memproduksi barang-barang substitusi dari produk yang diboikot. Untuk menjalankan aksi boikot ini secara efektif, diperlukan pengelola boikot yang bekerja secara konsisten dan persisten.

Sebelumnya, muncul tagar #BDSMovement di media sosial sebagai gerakan untuk memboikot, melakukan divestasi, dan memberikan sanksi kepada Israel. Beberapa merek yang memiliki hubungan dengan Israel menjadi sasaran boikot, seperti McDonald’s dan Starbucks.

BDS merupakan gerakan protes nonkekerasan global yang bertujuan untuk menggunakan boikot ekonomi dan budaya terhadap Israel, divestasi keuangan dari negara, dan sanksi pemerintah untuk menekan pemerintah Israel agar mematuhi hukum internasional dan mengakhiri kebijakan kontroversialnya terhadap Palestina.

Sumber: Republika

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Berita Pilihan
Berita Terkait