Potensi ekspor kelapa sawit Indonesia ke China masih sangat besar. Potensi tersebut tetap kuat meskipun saat ini terdapat kecenderungan penurunan populasi penduduk di China. Analis Komoditas Lunak Bloomberg, Alvin Tai, mengatakan bahwa penurunan populasi tersebut akan menyebabkan permintaan minyak goreng menurun. Namun, dampak ini tidak akan terjadi secara langsung. Artinya, masih ada kemungkinan permintaan kelapa sawit yang tinggi untuk beberapa tahun ke depan. Menurut Alvin, pasar di China diperkirakan akan mengalami penurunan kebutuhan terhadap kelapa sawit dalam dua tahun ke depan. Meskipun demikian, Indonesia masih memiliki peluang untuk menjual kelapa sawit ke China sebelum permintaan benar-benar turun. Orlando Rodriguez, Analis Pasar dan Riset Pertanian dari Refinitiv, menyatakan bahwa permintaan terhadap bioenergi semakin meningkat, yang juga meningkatkan kebutuhan dunia terhadap kelapa sawit. Permintaan minyak nabati secara global diperkirakan akan meningkat karena adanya percepatan dalam program-program yang mendukung energi berkelanjutan. Produksi biofuel di Amerika Serikat juga diprediksi akan meningkat, seperti produksi etanol, biodiesel, dan Renewable Diesel. Produksi biofuel ini diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2025. Oleh karena itu, beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pasar minyak nabati internasional termasuk pertambahan suplai minyak nabati secara global, peningkatan permintaan dan perluasan pasar biofuel, dan potensi konflik yang dapat mempengaruhi stabilitas permintaan dan suplai. Selain itu, kondisi ekonomi Amerika Serikat, China, dan Eropa yang tidak stabil saat ini, serta adanya perhatian terhadap El Nino juga harus dipertimbangkan. Semua ini akan mempengaruhi suplai minyak kelapa sawit dan minyak nabati lainnya secara global seiring dengan peningkatan permintaan di seluruh dunia.