Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memerintahkan seluruh pejabat tinggi Kementerian Pertanian untuk turun ke lapangan melakukan pendataan dan mempersiapkan kebutuhan masa tanam pertama di akhir tahun ini.
“Tidak ada waktu hari libur. Saya minta dari Jumat kemarin semua turun lapangan. Kumpulkan data calon petani dan lahan yang siap ditanami. Musim hujan sudah tiba. Tidak ada waktu lagi menunggu,” kata Amran dikutip dari keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (11/11/2023).
Amran menjelaskan kebutuhan data valid sangat penting untuk menunjang data dukung pengajuan anggaran tambahan Rp 5,8 trillun yang akan diberikan oleh Kementerian Keuangan. Data tersebut nantinya memastikan kesesuaian petani dan lahan terhadap kebutuhan benih, pupuk, alat dan mesin pertanian, serta kebutuhan teknis lainnya yang diperlukan petani.
“Saya ingin semua sesuai dan tentu tetap cepat disiapkan. Anggaran tidak bisa menunggu tahun berganti karena musim tanam telah tiba. Bila tidak, akan jadi masalah dengan produksi beras kita. Kita ingin 2025 kita sudah tidak impor beras lagi,” tegasnya.
Ia menambahkan, 10 provinsi utama penghasil beras dan jagung perlu didukung dengan maksimal, agar potensi wilayah tersebut menjadi optimal. Misalnya, wilayah yang sudah mampu tanam dua kali setahun perlu didorong mampu tiga kali dengan dukungan teknis yang memadai.
Selain itu, Kementan telah mempersiapkan program Pengembangan Lahan produktif untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa dan Indeks Pertanaman di wilayah tersebut. Potensi saat ini sekitar 1,5 juta hektare lahan rawa, mulai dari rawa mineral hingga rawa tadah hujan, yang siap diolah untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan produksi nasional.
“Kita berencana untuk mempercepat proses ini, Indonesia memiliki potensi luar biasa dengan sekitar 1,5 juta hektare lahan yang dapat kita garap. Fokus utama kita saat ini adalah meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman dengan lebih mudah,” kata Amran.
Untuk diketahui, potensi luas rawa di Indonesia sebesar 33,4 juta hektare, terdiri atas rawa pasang surut 20,1 juta hektare atau setara 60 persen dan rawa lebak seluas 13,3 juta hektare atau 40 persen.
Adapun, dari 33,4 juta hektare itu, baru 3,4 persen yang telah dikembangkan oleh pemerintah 1,8 juta hektare dan oleh masyarakat 2,1 juta hektare. Sebagian besar daerah rawa berada dalam kawasan budidaya dan sebagian lainnya berada di dalam kawasan lindung.
Sumber: Republika