JAKARTA — Pemerintah Indonesia telah resmi menaikkan biaya haji. Pemerintah dan DPR menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 sebesar Rp 93,4 juta dan setiap jamaah harus membayar Rp 56 juta.
Sementara itu, biasanya masyarakat hanya dapat menabung 10 sampai 20 persen dari pendapatannya. Kepala Advisory and Investment Operation PINA Rista Zwestika mengungkapkan pertimbangan mengenai cukup atau tidaknya jika hanya menabung 20 persen dari pendapatan untuk melaksanakan ibadah haji.
“Tentu saja jawabannya harus di cek terlebih dahulu kondisi keuangan saat ini apakah memungkinkan untuk menyisihkan sebesar 10-20 persen secara rutin setiap bulannya,” kata Rista kepada Republika, Sabtu (30/12/2023).
Rista menjelaskan, biaya ibadah haji yang cukup besar seharusnya lebih ideal dipersiapkan sedini mungkin. Terlebih jika seseorang memang fokus tujuan keuangannya untuk melaksanakan ibadah haji.
“Semakin cepat dipersiapkan dan waktunya masih cukup lama maka kita mempersiapkannya dengan nominal yang bisa lebih terjangkau karena tujuan keuangan bukan hanya dana ibadah haji saja,” ucap Rista.
Rista mengakui kenaikan biaya ibadah haji sangat mengejutkan sekaligus memberatkan. Terlebih, Rista mengatakan biayanya cukup tinggi dan antrean keberangkatan juga cukup lama.
Meskipun begitu, Rista menyebut kenaikan biaya ibadah haji juga tidak bisa dihindari. “Ini memang pengaruhi oleh kenaikan kurs baik dolar maupun riyal dan ada penambahan layanan lainnya,” tutur Rista.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 per jemaah untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 93,4 juta. Dari jumlah tersebut, besaran biaya haji yang dibayar jemaah sekitar Rp 56,04 juta atau 60 persennya dan sisanya diambil dari nilai manfaat sebesar Rp 37.36 juta atau sekitar 40 persennya.
Dalam putusan selanjutnya dikatakan, pelunasan biaya haji akan dibayar langsung oleh jemaah dikurangi setoran awal Rp 25 juta besaran saldo rekening virtual masing-masing jamaah.