HUKUMKriminal.Net, MEDAN: 2 orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (13/3/2024).
Kedua tersangka masing-masing dr AMH selaku Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Sumut, sekaligus sebagai Pengguna Anggaran dan RMN dari swasta yang merupakan rekanan.
Kedua tersangka diduga melakukan penyelewengan dan mark up Program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana Bahan, dan Peralatan Pendukung Covid-19 berupa Alat Perlindungan Diri (APD) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2020.
Kajati Sumut Idianto dalam Siaran Pers Nomor : 72/Penkum/03/2024 yang diterima HUKUMKriminal.Net melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, melansir keterangan Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan menyampaikan, sebelumnya Tim Pidsus telah menemukan bukti permulaan yang cukup.
“Sejumlah pihak terkait telah dipanggil untuk dimintai keterangan, sehingga kasus tersebut ditingkatkan dari Penyelidikan ke Penyidikan,” jelas Kajati.
Dalam rangka efektivitas proses Penyidikan, serta berdasarkan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP. Terhadap kedua tersangka, dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.
Kedua tersangka ditahan di dua tempat berbeda yaitu, Rutan Pancur Batu dan di Rutan Labuhan Deli. Penahanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan.
Baca Juga:
Kronologi kejadian dijelaskan. Pada tahun 2020, telah diadakan pengadaan APD dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000,- (Rp39,9 Milyar).
Salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang mana dalam penyusunan RAB yang ditandatangani tersangka dr AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan.
Sehingga nilai dalam RAB tersebut, terjadi pemahalan harga/Mark up yang cukup signifikan. Dalam pelaksanaannya RAB tersebut diduga diberikan kepada Tersangka RMN, sehingga RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
Disamping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif. Tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5.
Akibat perbuatan tersebut, berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan Tim Auditor telah terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80. (Rp24 Milyar)
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Mengingat Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor menegaskan, bahwa dalam hal Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada tersangka,” jelas Kajati.
Bahwa yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini, lanjutnya, adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Dalam hal ini dugaan korupsi APD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2020, dilakukan pada saat Pandemi Global.
Tim Pidsus Kejati Sumut telah melakukan kerja sama dengan PPATK, untuk mencari dugaan adanya aliran dana terkait dugaan korupsi tersebut ke berbagai pihak. (HUKUMKriminal.Net)
Sumber: Siaran Pers
Editor: Lukman