JAKARTA — Ekonomi syariah sejalan dengan penerapan ekonomi ramah lingkungan. Sehingga perbankan syariah memiliki potensi besar berkontribusi dalam menyalurkan pembiayaan berkelanjutan atau Environmental Social Governance (ESG).
Sebagai institusi yang menerapkan prinsip syariah, penerapan ESG sejalan dengan business process perseroan, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini tidak lepas dari prinsip utama dalam bank syariah yang melarang adanya riba dan investasi pada hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum Islam, merugikan alam, dan tidak etis.
Penekanan pada investasi ini dapat membantu mendorong keuangan berkelanjutan dengan mengarahkan modal ke proyek-proyek yang bertanggung jawab secara sosial.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan beberapa aturan yang mendukung keuangan berkelanjutan dan pengurangan emisi. Di antaranya POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik, serta Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.
Portofolio hijau
Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, portofolio pembiayaan berkelanjutan Bank Syariah Indonesia (BSI) per Maret 2024 mencapai Rp 59,19 triliun yang terbagi atas kategori KUBL (Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan) sebesar Rp12,57 triliun dan KUBS (Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial) sebesar Rp 46,62 triliun.
Pada pertengahan bulan lalu, BSI juga berencana meluncurkan Sustainability Sukuk BSI atau Sukuk Mudharabah Keberlanjutan. Pemesanan (booking) dari investor untuk Sukuk Sustainability BSI ini sudah mencapai 300 persen atau sekitar Rp 9 triliun.
BSI berencana menerbitkan Sustainability Sukuk sebanyak Rp 3 triliun dengan kisaran imbal hasil 6,40 persen – 7,20 persen untuk jangka waktu 1, 2 dan 3 tahun dengan masa penawaran awal sejak 14-30 Mei 2024. Sukuk tersebut terdiri dari 3 seri, yaitu seri A dengan jangka waktu 1 tahun, seri B jangka waktu 2 tahun dan seri C jangka waktu 3 tahun.
“Saat ini masih dalam proses perijinan tahap akhir OJK,” kata Direktur Finance & Strategy BSI Ade Cahyo Nugroho.
Dana hasil penerbitan sukuk akan digunakan untuk mendukung pembiayaan dalam kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) dan Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS).
Cahyo mengatakan manajemen perseroan optimistis Sustainability Sukuk BSI akan diserap secara maksimal oleh pasar. Menurutnya, Sukuk Sustainability ini akan menjadi pilihan investasi menarik bagi masyarakat, terutama anak-anak muda.
“Kami optimistis akan terserap optimal karena kinerja perseroan saat ini berada di atas rata-rata industri perbankan dilihat juga dari rating idAAA serta merupakan sukuk pertama yang diterbitkan BSI,” ujarnya.
Menurut dia, dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk tersebut akan disalurkan ke pembiayaan yang sudah ada (existing), pada kategori KUBL (Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan) dan KUBS (Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial). Berdasarkan prospektus yang diterbitkan perseroan, dana yang dihimpun dari penerbitan Sustainability Sukuk BSI sekitar 30-50 persen akan disalurkan di sektor KUBL untuk kategori energi terbarukan, produk yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya dan menghasilkan lebih sedikit polusi, serta pengelolaan air limbah yang berkelanjutan. Sedangkan penyaluran dana untuk kategori KUBS memiliki porsi 50-70 persen.
Aksi kelembagaan
Berkomitmen mendukung ekonomi yang lebih hijau dan rendah karbon, Bank Muamalat Indonesia mengedepankan program kelembagaan, Beraksi untuk Bumi. SEVP Human Capital Bank Muamalat Riksa Prakoso mengatakan, program ini dirangkaikan dengan peringatan milad ke-32 Bank Muamalat dan peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertepatan pada Rabu (5/6/2024) hari ini.
Dua kegiatan utama dalam program ini adalah kontribusi terhadap pengurangan polusi dan meminimalisir penggunaan plastik.
“Program ini tentunya akan dijalankan secara berkesinambungan karena sejalan dengan salah satu budaya kerja di Bank Muamalat yaitu Modern, yang berarti tanggap dan terbuka dengan keadaan lingkungan sekitar,” ujarnya, Rabu (5/6/2024).