31 C
Jakarta
HomeBeritaOligarki dalam Pilkada Mengakibatkan Ekonomi Daerah Terguncang

Oligarki dalam Pilkada Mengakibatkan Ekonomi Daerah Terguncang

ADVERTISEMENT


PON XXI Pekan Olahraga Nasional ACEH-SUMUT 8-20 September 2024 dari Bank Aceh

BANDA ACEH -Permainan oligarki partai Politik yang mempersempit pilihan kandidat calon kepala daerah di Pilkada 2024 berpotensi mengganggu pembangunan ekonomi masyarakat.

ADVERTISEMENT


Pengumuman Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Gubernur Aceh dan Wakil Gubernur Aceh Tahun 2024

Hal tersebut dipaparkan Direktur Riset Indef, Berly Martawardaya berdasarkan hasil kajian atas kalkulasi kesehatan persaingan serta konsentrasi dukungan di Pilkada 2024 terhadap ekonomi.

ADVERTISEMENT


Selamat dan Sukses atas Pelantikan Dr. Safrizal, MA sebagai Pj. Gubernur Aceh

“Sedikitnya pilihan akibat oligarki dan kolusi partai di pilkada tidak sehat bagi pembangunan ekonomi daerah,” kata Berly dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/9).

ADVERTISEMENT


Gadai Emas melalui Pembiayaan Qardh Beragun Emas

Dia mengamati, setelah penutupan perpanjangan pencalonan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024, KPU mencatat 41 kontestasi hanya diikuti satu pasangan calon di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia.

“Pilkada 2024 akan berlangsung dengan satu paslon di berbagai daerah dengan didukung koalisi gemuk partai-partai politik yang mengantongi lebih dari 5096 suara sah dari Pileg,” ujar Berly .

Penelitian Indef menemukan, Pilgub Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan ada dua atau lebih bakal pasangan calon kepala daerah. Tetapi, terdapat satu bapaslon yang didukung lebih banyak dari suara pileg.

ADVERTISEMENT


Bayar UKT UIN Ar-Raniry Lebih Cepat Lebih Mudah Pakai Aplikasi Action Bank Aceh

“Kalau dari segi kerangka keilmuan persaingan usaha, ini memiliki Indeks Persaingan lebih dari 6000, yang berarti melebihi 1,5 kali batas yang diterapkan KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) untuk persaingan usaha,” urai Berly.

“Hal serupa terjadi pada pemilihan bupati di Jember dan Bogor. Sementara persaingan pilkada pada tingkat kota cenderung lebih sehat daripada kabupaten dan provinsi,” sambungnya.

Pria yang sering mengajar mata kuliah Ekonomi Politik dan Persaingan Usaha di Universitas Indonesia itu menyimpulkan, banyak kemiripan antara persaingan usaha dan persaingan politik.

“Tapi regulasi di persaingan politik lebih sedikit dan longgar. Sedikitnya pilihan ini tidak sehat bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut,” tutupnya.

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Berita Pilihan
Berita Terkait