BANDA ACEH – Indonesia banyak mendapat penentangan, sekaligus rayuan dari negara lain untuk membatalkan kebijakan larangan bijih nikel.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, penentangan proyek ‘kebanggaan’ Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu datang karena bijih nikel termasuk dalam kategori mineral kritis yang dibutuhkan sebagai bahan baku utama untuk transisi energi.
Sementara, Indonesia memiliki cadangan nikel nomor satu terbesar dunia dengan persentase mencapai 42,1 persen dan berhasil menjadi negara dengan pasar nikel terbesar di Dunia.
“Ini sekali lagi. Nah, tapi bukan gak ada setannya ya Bapak-Ibu semua. Ini setannya banyak sekarang. Untuk komoditas daripada turunan hilirisasi nikel, kita sudah menjadi terbesar di pasar dunia,” kata Bahlil, dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta, dikutip Kamis 10 Oktober 2024.
Bahlil mengungkapkan, salah satu ‘setan’ yang mengganggu jalannya proyek hilirisasi nikel di Indonesia adalah sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Indonesia ‘dijegal’ oleh negara lain khususnya negara-negara Uni Eropa.
Negara lain ingin memastikan pasokan nikel tetap terbuka demi kepentingan industri, salah satunya adalah industri mobil listrik.
“Nikel ini sekarang sudah masuk dalam kategori critical mineral dan dia bagian dari bahan baku untuk menuju kepada green energy, salah satu di antaranya adalah mobil listrik,” kata Bahlil.
Disampaikannya, dalam pengembangan mobil listrik, nikel digunakan sebagai komponen primer pembuatan baterai kendaraan listrik, dengan komposisi yaitu 80 persen nikel, 15 persen kobalt, dan 5 persen alumunium.
Sehingga, kata Bahlil, Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki kapabilitas untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.
“Untuk membangun ekosistem baterai mobil di dunia yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, dari mining, smelter, ekspor, prekursor, katoda, baterai sel, sampai mobil sampai recycle itu cuma ada di Republik Indonesia, tidak ada di negara lain,” paparnya.
Saat ini, nilai ekspor dari hilirisasi tersebut mengalami kenaikan yang signifikan. Jokowi pernah mengatakan, nilai ekspor hilirisasi nikel RI melejit berkali-kali lipat, dari yang hanya Rp 33 triliun ketika hanya mengekspor bijih nikel, kini telah naik menjadi Rp 510 triliun