HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Jaksa Agung RI Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restorative, Rabu (26/6/2024).
Dalam Siaran Pers Nomor: PR – 543/072/K.3/Kph.3/06/2024 yang diterima HUKUMKriminal.Net melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Harli Siregar, suksesor Fadil Zumhana (Alm.) itu mengungkapkan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Muhammad Iman Ardiansyah Bin Muhammad Hari Purnomo.
Tersangka Muhammad Iman dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Junto Pasal 229 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kronologi dalam perkara lalu lintas ini bermula saat Tersangka mengemudikan Sepeda Motor Honda Supra No. Pol. L-2050-FF di Jalan Raya Dupak, Kota Surabaya, dengan kondisi jalan dalam keadaan sepi malam hari dengan kecepatan 40 Km/jam.
Kemudian saat melintasi depan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Jalan Raya Dupak, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Tersangka melihat Korban Lego (Alm.) yang sedang berjalan kaki hendak menyebrang dari arah utara menuju ke selatan.
Melihat hal tersebut, Tersangka yang tidak berkonsentrasi saat berkendara karena kelelahan malah tidak mengurangi kecepatan bermotornya dan terus memacu Sepeda Motornya, tanpa memberi peringatan kepada Korban Lego (Alm).
Hingga pada akhirnya Tersangka menabrak Korban Lego (Alm) dengan kecepatan 40 Km/jam, dan mengenai bagian pinggang samping Korban Lego (Alm.) hingga terpental dan jatuh kemudian tidak sadarkan diri.
Selanjutnya Korban Lego (Alm.) didampingi Saksi Imam Sapi’i dibawa ke Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya untuk dilakukan penanganan lebih lanjut, namun hingga pada hari Sabtu tanggal 3 Februari 2024 sekitar Pukul 00.30 WIB, Korban Lego (Alm) meninggal dunia.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Ricky Setiawan Anas bersama Kasi Pidum Hasudungan Parlindungan serta Jaksa Fasilitator Julius Hajita Cahyo Nugroho dan I Gede Krisna Wahyu Wijaya menginisiasikan penyelesaian perkara ini, melalui mekanisme restorative justice.
“Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada keluarga korban. Setelah itu, keluarga korban menerima permintaan maaf karena perbuatan Tersangka terjadi karena ketidaksengajaan,” jelas Harli.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, dan mengajukan permohonan kepada JAM Pidum. Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice.
Selain itu, JAM Pidum juga menyetujui 11 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Tersangka Arafit alias Rafit dari Kejaksaan Negeri Halmahera Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Suwarno alias Nano dari Kejaksaan Negeri Batu Bara, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka I Cobra bin Hermanto dan Tersangka II Muhammad Dhifa Arya Pambudi bin Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tersangka I Falen Priandoto bin Jagat Priandoto (Alm), Tersangka II Ferdyan Alfan Putra Susanto bin Hery Susanto dan Tersangka III M .Adha Roni Syafrudin bin M. Rouf Ridwan dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tersangka Masraafi Salaam dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Sondang Heriyanto anak dari Robinson Utomo Hutahayan dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tersangka Alvontino Suprapto als Alvon bin Herry Suprapto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tersangka Moch Iqbal Nur bin Nurul Huda dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tersangka Ricky Oktaf Messakh dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Septian Eka Setyawan Santoso als. Pacul bin Edi Santoso dari Kejaksaan Negeri Probolinggo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Ibnu Prabowo bin Suprapto dari Kejaksaan Negeri Ngawi, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 44 Ayat (1) atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Baca Juga:
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke Persidangan, karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” jelas Harli lebih lanjut.
Selain itu, juga pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (HUKUMKriminal.Net)
Sumber: Siaran Pers/K.3.3.1
Editor: Lukman