Jakarta – PT Pupuk Indonesia (Persero) mengungkapkan bahwa teknologi Carbon Capture Storage atau CCS bisa menjadi mesin pertumbuhan baru bagi perusahaan di masa depan. Hal ini sejalan dengan komitmen Pupuk Indonesia dalam menurunkan emisi karbon, sekaligus memperkuat posisinya sebagai penopang ketahanan pangan nasional.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi saat menjadi pembicara dalam acara panel diskusi The International Indonesia CCS (IICS) Forum 2024 yang membahas topik “Industries commitment for long term decarbonization effort” di Jakarta. Rahmad mengatakan bahwa ini merupakan cara untuk menciptakan mesin pertumbuhan baru.
“Kami perlu tumbuh dengan lebih sedikit karbon, dan CCS memberikan jalan untuk mencapai hal tersebut. Kami sudah memiliki CO2 dengan kemurnian tinggi, jadi yang kami butuhkan hanya penyimpanan dan cara untuk memasukkan CO2 tersebut ke dalam tanah,” ujar Rahmad dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (3/8/2024).
Rahmad menyampaikan bahwa Pupuk Indonesia tidak memerlukan proses penangkapan lebih lanjut. Mereka hanya perlu memasukkan CO2 ke dalam tanah.
Di awal tahun ini, lanjut Rahmad, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang penyelenggaraan kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS). Perpres Nomor 14 Tahun 2024 ditujukan untuk memenuhi target iklim dalam nationally determined contribution (NDC) dan mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE).
“Pupuk Indonesia menegaskan komitmennya untuk turut serta dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi CCS,” lanjut Rahmad.
Rahmad menyampaikan bahwa Pupuk Indonesia telah merencanakan beberapa proyek terkait CCS, termasuk rencana produksi 4,3 juta ton blue ammonia. Proyek-proyek ini melibatkan greenfield projects di Aceh dan Sumatera Selatan.
“Selain itu, pabrik amonia yang sudah ada juga akan digunakan dalam pengembangan ini,” ucapnya.
Masih dalam rangkaian acara IICCS 2024, Rahmad menyatakan bahwa Pupuk Indonesia juga telah menandatangani Joint Development Study Agreement (JDSA) atau perjanjian studi pengembangan bersama dengan Chevron New Energies International Pte. Ltd., terkait penangkapan karbon untuk dekarbonisasi dan memungkinkan Produksi Ammonia Rendah Karbon di Kalimantan Timur. Fasilitas penyimpanan karbon di Kalimantan Timur tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada 2030.
“Ke depan, produksi amonia kami akan meningkat dari 7 juta ton menjadi 12 juta ton, tetapi sebagian besar akan berasal dari amonia bersih,” lanjut dia.
Rahmad menyatakan bahwa perusahaan juga akan mengurangi produksi grey ammonia menjadi hanya 2,3 juta ton. Selain itu, Pupuk Indonesia akan mengonversi beberapa pabrik menjadi amonia biru dan membangun greenfield projects untuk amonia biru dan hijau.
Rahmad menegaskan bahwa hal ini menjadi gambaran perusahaan pada 2045. Bagi Pupuk Indonesia, CCS bukan hanya upaya dekarbonisasi. Mereka melihat CCS sebagai jalan yang akan membawa mereka ke masa depan yang lebih baik dan menjadi mesin pertumbuhan baru di masa mendatang.
“Dengan rencana strategis ini, Pupuk Indonesia menunjukkan kesiapan dan tekadnya dalam memanfaatkan teknologi CCS untuk mendorong pertumbuhan perusahaan dan mendukung komitmen global untuk mengurangi emisi karbon,” kata Rahmad. Sumber: Republika.